Senin, 29 Januari 2018

Kecintaan Terhadap Harapan

Jadi aku sadar begitu lama, begitu terlambat... Jika sebenarnya cinta itu adalah kasih yang ingin aku miliki, namun harus melupakan dan berbohong karena keterbatasan. Diam-diam aku menangis ketika tubuh berbalik arah darimu sore itu. Angin sore membawa kenangan itu kembali setelah bertahun lamanya aku tidak mendengar kabarmu. Rasanya tubuh ini kembali ingin disentuh sekali lagi, bagaimana aku tidak dapat berbohong sedikitpun padamu tentang apa yang aku butuhkan... Kamu... Pelukkanmu... Sempurna... Mengapa begitu sedih, sakit dan pilu saat pertemuan singkat dapat menumbuhkan kembali ingatan. Rasanya ingin aku kalahkan segala rintangan hidup agar tidak terpisah. Ingin aku lakukan apa saja demi bisa bersamamu lebih lama. Berfikir detik-detik bersamamu tanpa suara lebih berarti daripada segudang aktivitas dihari biasanya. Tidak bisakah kamu mencoba untukku sekali? Aku akan menunggu jika itu diperlukan, seperti angin musim semi, pergi hanya sementara dan tahu kapan akan kembali. Sepintas harapan itu aku doakan di dalam hati. Katakan saja jika ketidak mungkinan itu dapat aku harapkan, akan aku berikan yang paling berharga bagiku, waktuku. Waktu untuk menunggu, mencintai, memaafkan dan hidup lebih lama.

Aku sudah hampir melupakan semua hal yang pernah terjadi, karena tidak sengaja aku jatuh cinta padamu dan itu melukaiku sangat dalam. Aku berharap seperti saat aku menepuk air dihadapan wajahku. Aku begitu konyol pernah menangis beberapa saat ketika aku tahu semua ini sia-sia. Aku berhasil melupakan wajahmu meskipun rasa itu tetap aku ingat. Aku mencari semua bayangan yang seperti dirimu namun tidak ada seorangpun. Kamu seperti candu yang menyakitkan meskipun tidak ada yang kamu lakukan. Tolong, hanya waktu yang aku inginkan. Setelah semua berhasil aku lalui, aku menganggap diriku bodoh, aku memendam rasa yang hampir tidak terlihat oleh dunia. Malaikat memelukku, namun tidak seindah pelukkanmu... Memang.. Cinta itu membutakanku.
Aku datang tanpa berharap...namun itu bohong belaka, yang benar adalah "aku datang dengan harapan akan dirimu..." aku gali lagi apa yang sudah aku sembunyikan bertahun-tahun. Hujan itu mengantarkan rinduku padamu. Kekasih yang tidak pernah aku sebut dimanapun selain dalam hatiku.
Kamu bagai Rangga yang mencintai tanpa kepastian, diam lalu pergi membawa segudang rasa yang tidak pernah mati. Ketidak sengajaan itu membuatmu datang padaku, haruskah aku melepasmu lagi? Haruskah aku pertahankan egoisku untuk mengatakan tidak? Setelah pertemuan singkat itu kini aku terjebak dalam kebodohan yang sama, memendam perasaan lagi. Entah kebodohan ini merayap akrab bersamaku saat memikirkanmu, kamu mampu untuk tidak merubahku jadi siapapun
Bagaimana Cinta tidak kembali pada Rangga?

Katakan pada mereka bahwa kamu ada kesempatan untuk memberikanku bahagia. Akan aku lawan semua orang yang menjahatimu. Aku akan menunggu puluhan purnama jika aku adalah tempatmu kembali.

Aku tahu apa yang aku mau... Peluk aku saat aku sadar kamulah penyebab semua harapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar