Rabu, 15 Januari 2014

Lagi, Bangunkan...

Aku membiarkan diriku berlama-lama terendam dalam kubangan air sabun. Aku perhatikan lekukan tubuhku yang sintal. Aku memejamkan mata, mengingat bagaimana mesranya kamu, memeluk aku. Disaat seperti ini sering kali aku merindukan kamu. Laki-laki yang kata mereka tak pantas untuk aku rindukan. Tapi mulut boleh bergema, mulut boleh berucap namun hati siapa yang tau? Siapa yang menyangka meskipun mereka menghujatmu dengan sinis, kamu masih mendapat tempat yang bagus dihatiku? Oh Tuhan, aku merindukannya, sungguh merindukannya. Merindukan bagaimana caranya dia mencumbuku disaat-saat romantis itu, begitu intim. Aku tenggelam bahkan tak ingin untuk kehilangan moment seperti itu. Aku melihat dia begitu mencintaiku, tulus. Setulus dekapannya yang hangat membelai punggungku. Dan ketika ciumannya mendarat di bibirku, aku lupa. Lupa segala-galanya. Kamu.... kamu begitu memanjakanku dengan seluruh perhatian dan kemesraan itu. Aku lupa, aku tidak ingat dengan apa yang disebut nyata, yang aku tau aku hanya butuh kamu di pagi siang sore dan malamku. Aku tak butuh yang lain ketika bersamamu. Dahagaku hilang ketika menatap matamu. Risauku hilang ketika bersentuhan denganmu. Aku rindu, aku merindukan apa yang kamu bilang sebagai kata sayang, apa yang kamu ucap cinta. Apa ini mimpi? Aku terbangun merasakan sakit yang mendalam, semua memoriku tentang aku dan kamu, tentang kita terulang bagaikan film yang sedang diputar, tidak bisa berhenti dan aku dipaksa untuk menyaksikan kisah indah kita dari awal hingga di detik akhir kamu meninggalkan aku. Entah salah siapa, salahmu yang mempermainkanku, salahku yang menaruh kepercayaan lebih padamu, salah waktu yang mempertemukan kita, salah takdir yang memisahkan kita., salah mereka yang tak melarangku agar tak mendekat padamu, salah siapa? Tuhan, aku begitu labil untuk mengerti semua maksut dan tujuanMu kepadaku. Airmata bersimbah bercampur dengan air sabun yang menenggelamkan hampir seluruh tubuhku. Aku mencari-cari kehangatan disisi-sisi bathup, di dinding-dinding tembok, di lipatan kain handuk, namun tidak ada. Bodoh...! Aku memperhatikan tubuh telanjangku di cermin begitu bodoh, polos. Bodoh dan polos. Tidak ada yang memberikanku kenyamanan seperti dirimu. Tuhan...! tampar aku...! Perempuan macam apa aku ini? Mengemis-ngemis perhatian kepada laki-laki yang perhatiannya semu, sayangnya abu-abu dan cintanya tak pasti, bahkan raganya tak dapat aku rengkuh... Lagi... Ingin rasanya aku mengembalikan saat-saat dimana aku pertama bertemu denganmu, Demi Tuhan aku tak menyangkal aku menikmatinya. Tuhan aku mencintainya Tuhan... Aku mencintainya ketika dia baik bahkan buruknya. Kurangkah? Aku mencintainya, aku mau dia, aku mau dia, kembalikan. kembalikan, kembalikan... Kembalikan, bangunkan... bangunkan lagi... Bukalah matanya, Tuhan...

                                                                                                                                                             Selamat tidur wahai kekasih

Sabtu, 11 Januari 2014

when my tears...

Akhirnya pada garis akhir, usahaku sia-sia. Semua yang aku lakukan terhadapnya, semua yang telah aku berikan kepadanya. Tak berarti. Selama ini aku hanya berusaha memenangkan hatinya, yang aku harap disetiap doaku Engkau bisa mendengarnya, bisa mengabulkannya. Yang aku percaya hingga saat ini, tidak ada usaha yang sia-sia. Tak ada pengorbanan yang terabaikan. Dia bilang kepadaku bahwa hidup harus tetap berjalan. Bahwa semuanya tak semudah apa yang aku fikirkan. Tidakkah dia tahu bagaimana fikiranku, jika disetiap kesempatan semua kataku dianggap salah. Ketika semua celotehku tak dia anggap? Jika memang bahagianya bukan terletak padaku, apalah arti semua ini? Dia menipuku? Dia... bahkan aku tak bisa marah ataupun mengatainya dengan kata-kata kasar. Aku tahu engkau saat ini sedang merangkulku agar aku bisa meredakan airmata. Kelak, prosa ini akan dia baca saat aku entah ada dimana. Ketika perasaan terdalamku masih mengalir dalam wadahku. Ketika nafas dalam doaku masih menyebut namanya. Ketika dia sedikit demi sedikit melupakanku. Ketika untaian kata manisnya padaku dia berikan kepada orang lain. Ketika semua orang berkata sudahlah, lupakan tapi aku masih disini menunggu dia yang entah kapan bisa kembali. Entah apa yang bisa menghentikan semua harapan dan doaku. Engkau tahu aku bukan wanita yang gampang menyerah.

Minggu, 05 Januari 2014

pencipta awan

Kamu begitu hebat menciptakan awan-awan besar untuk aku tumpangi. Aku pakai untuk membantuku terbang lebih tinggi saat bisa terseyum bersama kamu. Taukah kamu? Awan itu terkadang tertiup angin, membawaku jauuuuh dari dirimu, namun tak jarang kamu membiarkan aku pergi dan tak mencariku. Tak masalah bagiku, selama awan putih itu tak berubah manjadi mendung yang bisa membawaku menghempas tubuhku ketanah. Bukan persoalan ketika harus berjauhan denganmu asal bisa memperhatikanmu terus dalam doa yg melayang bersama angin kencang itu, awan ciptaanmu akan kembali, begitupun aku. Aku melihatmu lagi. Memelukmu lagi. Aku menyayangimu, wahai pencipta awan.