Senin, 25 Desember 2017

Jika..

Aku sedang menangisi seseorang yang pada akhirnya bisa berubah sesuai dengan asa yang melabung tinggi. Seseorang yang mati-matian ingin pergi tanpa berkata apapun namun kembali menoreh ketika aku hendak pamit di ujung jalan itu. Aku penuh dengan tekanan yang menyiksa karena pernah mencintaimu dengan dalam sebelum kamu membunuhku perlahan. Aku berusaha selalu ada dan menjadi pendengar yang baik sebelum kamu melupakanku dengan kesibukanmu. Tak pernahkah kamu berfikir jika aku butuh kabarmu? Aku butuh jadi bagian dari sepenggal cerita hari-hari rutinitas yang melelahkan itu. Aku butuh bukan hanya sekedar perempuan yang sering kau temui, aku butuh kamu, aku sebagai rumah tempatmu kembali... Entah itu impian saja atau hanya kamu harus sadar setelah aku menyerah. Karena merelakan perpisahan tidak lebih sakit ketimbang harus pasrah jatuh cinta kepadamu beberapa tahun lalu. Seperti penyesalan yang aku ketahui sebelum itu terjadi. Seperti badai yang tertera pada ramalan dimalam itu. Seperti bencana yang kunantikan. Seperti sakit hati yang aku tunggu kedatangannya. Namun tetap aku lalui dengan menghitung hari seberapa banyak lagi ingatan yang akan kami bentuk dalam tangisan. Kamu selalu mendapatkan maaf tanpa kamu minta. Ada banyak persediaan maaf didalam fikiran ini yang siap diberikan tanpa kata-kata setiap saat agar kamu tetap memilikiku meskipun aku menangis dalam diam. Terasa jarak begitu memisahkan ketika aku benar sadar kita meminta sesuatu yang sama namun pada Tuhan yang berbeda. Terimakasih Tuhan berkahMu sungguh luar biasa kamu berikan aku sakit agar aku menghargai apa itu dicintai. Bapa, kamu selalu mencintaiku, bisakah ini dibuat mudah bagi dia?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar