Pertiwi itu sedang menangis saat aku melintasi hari. Waktu berdetak sedemikian rupa mengingatkan tentang takdir. Fatamorgana itu semu, menyilaukan mata. Berdesir angin semilir, berhembus pelan terhadapnya. Pertiwi hanya tahu tujuan namun tak tau arah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar